Halal istilah dalam syariat Islam, sudah 14 abad yang lalu menjadi ajaran yang disyariatkan dalam ajaran Ilahi Robbi. Makna dan nilai yang terkandung sangat islami, selain memberikan pesan moral mendalam akan pentingnya sebuah ajaran yang memiliki dampak dan konsekuensi terhadap kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Termasuk ajaran halal, pemaknaannya tidak hanya dalam lafadz kata pada kalam-Nya. Melainkan bermakna sangat saintifik dan ilmiah dalam dunia kesehatan bagi manusia yang hidup diatas bumi.
Halal versus haram sebuah tanda batas garis embarkasi yang mempertegas mana perintah dan mana larangan Allah Ta’ala. Sejak undang-undang No.33 tahun 2014 terkait Jaminan Produk Halal, sedikit kepedulian negara yang berpenduduk muslim terbesar didunia. Harapan masih ada untuk kebaikan umat sekalipun aturan teknis membutuhkan waktu beberapa tahun berikutnya. Ruang dan kesempatan ini harus dimanfaatkan tanpa kecuali, hal demikian bukan sekedar menjalankan semata melainkan menunaikan kewajiban.
Tanggungjawab umat muslim tidak sekedar ritual vertikal, melainkan harus berdampak banyak pada tanggungjawab horizontal terhadap sesama mahluk Allah Ta’ala lainnya, minimal sesama manusia yang seiman dan seagama. Umat muslim Indonesia dalam faktanya masih banyak yang tergolong dengan sikap tidak memiliki kepedulian akan pentingnya hal ihwal kehalalan dan kethayiban suatu makanan atau minuman yang dibeli dan dikonsumsi langsung ataupun tidak. Sering ditemukan oleh para pakar dan ahli berbagai jenis makanan yang mengandung berbagai zat yang membahayakan jiwa, baik jangka pendek maupun panjang. Termasuk makanan yang bersumber dari hewan-hewan yang disembelih, pada umumnya masyarakat tidak peduli juga saat ke pasar membeli daging-daging hewan apakah dari sembelihan benar-benar sesuai atau tidak dengan kriteria syari’at.
Berbagai fenomena diatas, penting bagi pengerak halal yang memiliki keasadaran nurani untuk memberikan penyadaran secara masif dan agresif kepada publik, tidak hanya kededar menunggu datangnya produsen dengan permintaan sertifikasi halal produknya. Pemimpin umat, baik itu ustadz, ulama dan tokoh masyarakat Islam lainnya memberikan informasi dalil-dalil kehalalan dan keharaman secara generik dan mudah difahami status hukum semua jenis yang dikonsumsi setiap hari oleh umat muslim. Hal demikian bukan sekedar fardu kifayah, melainkan fardu ainiyah yang berlaku untuk setiap muslim tanpa kecuali. Terlebih saat ini era global dan digital, sangat mudah semua produk yang dipasarkan langsung ke konsumen dengan harga semurah-murahnya. Untuk sertifikasi halal dapat diklabui dengan logo yang tertera dan dicetak dalam kemasan, walaupun itu palsu dan kebohongan.
Selama ini dengan derasnya produk-produk impor dari luar sangat sulit dibendung, begitupun regulasi yang ada hampir tak berdaya. Apalagi dengan suap menggiurkan terhadap pemeriksaan di bea cukai dan pihak-pihak terkait, termasuk BPOM serta satgas halal yang ditugaskan untuk memvetifikasi keamanan dan kehalalan produk impor. Sejauhmana instiusi pemeriksa halal, ormas Islam, komunitas penggerak halal dan entitas lainnya yang bergerak dalam dunia halal memberikan informasi masif terhadap berbagai persoalan dilapangan. Sering viral dimedia sosial berbagai fakta dan realita makanan yang beredar dan terdapat logo halal dan nomor registrasi bpom, akan tetapi terindikasi mengandung zat-zat berbahan kosmetik yang membahayakan jiwa manusia menuju kematian lebih cepat. Apakah hal demikian benar adanya atau sekedar para pelaku content creator demi sebuah follower atau sucriber semata.
Baru-baru ini beredar juga disalah satu rumah potong hewan melakukan penyembelihan hewan sangat tidak beradab yang jauh dari prilaku manusia berakal sehat. Begutipun penyembelihan ayam potong dipasar tradisional masih banyak dengan cara-cara tidak beradab, hal itu berkonsekuensi pada kehalalan dagingnya menjadi haram untuk dikonsumsi dan sangat jauh dari thayyib. Berbagai fenomena yang muncul, umat muslim yang sadar halal dan thayyib wajib hukumnya terus berdakwah menyampaikan informasi secara berjamaah dalam mengedukasi, memfasilitasi dan mengakselerasi berbagai hal yang mampu untuk mencapai tujuan gaya hidup halal.
Pernah suatu ketika berkunjung ke tempat RPH yang sehat milik perusahaan PT. Jamburaya di Bogor, mereka benar-benar memperhatikan standar operasional sangat ketat sehingga hasil sembelihanya berdampak pada terjaganya kualitas nutrisi yang terkandung dalam dagingnya, begitu juga saat berkunjung ke RPH yang jauh dari standar sehat sangat terlihat kondisinya membuat pengunjung yang baru melihat akan merasa jijik dan kemungkinan akan mendorong dirinya untuk tidak makan daging hasil sembelihannya. Dua kondisi tersebut, jelas tidak mewakili kondisi dilapangan. Hanya menjadi catatan bahwa pada umumnya masyarakat mengkonsumsi makanan jauh cukup berat untuk bergaya sehat, halal dan thayyib. Pasalnya, sependek yang diketahui makanan sehari-hari yang dikonsumsi masyarakat pada umumnya sangat sulit untuk ditelusuri secara detail perihal kehalalannya secara transparan.
Gerakan halal menjadi sangat penting untuk menjadi salah satu faktor menuju budaya sehat jasmani dan ruhani bagi tubuh manusia dimanapun. Sajian demi sajian yang muncul dalam hidangan pasti diantara bahan pokok, apalagi bahan tambahan banyak terindikasi mememiliki konsekuensi dan resiko yang tidak disadari oleh kebanyakan orang berdampak buruk pada kesehatan. Sebagaimana yang kita ketahui, didapur-dapur yang asalnya bertumpuk rempah-rempah sekarang sudah berubah bertumpuk sachet kemasan bumbu instan berbagai macam jenis sajian, saat dibaca komposisinya sudah pasti terdapat persentase tambahan bahan extraksi kimiawi yang tidak difahami masyarakat, walaupun ditoleransi jumlah kadarnya sangat mungkin ada efek buruk dalam jangka waktu tertentu terhadap kesehatan orang.
Prilaku manusia sudah bergeser, dari gaya hidup alami menjadi gaya hidup instan. Dan itu semua salah satu penyebabnya diawali dari dapur kita yang serba instan akibat malas masak saking sibuknya, serta alasan lainnya yaitu lebih praktis dan ekonomis. Lambat laun menjadi tradisi dan budaya konsumsi yang menciptakan gaya hidup tidak lagi alami. Kita sebenarnya sudah masuk prangkap konsumerisme dari produsen besar yang haus dengan keuntungan semata, sementara kita dan masyarakat hanya menjadi objek lahapnya pengusaha kapitalis yang haus dan dahaga akan kekayaaan melimpah penuh kerakusan. Umur manusia memang ada ketentuan, namun jika prilaku instan buruk kita tidak mengubahnya, maka Allah Ta’ala pun tidak akan mengubahnya.
Puluhan tahun lamanya, promosi dunia kesehatan fokus pada kalori dan nutrisi. Saat menghadapi wabah skala kecil maupun besar, dengan cepat vaksinasi menjadi solusi. Lantas apa fungsi kalori dan nutrisi selama ini dinarasikan, sementara masyarakat banyak yang buta literasi isu tersebut. Tanpa disadari, entah salah dan benar saat menemukan sebuah buku kemudian dibacanya tema-tema tertentu. Buku tersebut memberikan pemahaman sangat detai hal ihwal luar biasanya enzim, bagaimana menjaga kondisi tubuh tetap vit dan bugar dengan enzim yang cukup. Saat enzim menghilang dan habis dalam tubuh kita, resiko berbagai penyakit menghampirinya. Yang menariknya dalam buku tersebut, mengkritisi promosi beberapa jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi dengan kalori dan nutisi tinggi, padahal menurutnya produk tersebut tidak begitu banyak manfaat melainkan mengikis enzim dalam tubuh kita.
Syariat Islam yang mewajibkan mengkonumsi barang yang halal dan thayyib bukan tidak ada alasan saintis dunia kesehatan, melainkan lebih dari itu. Perintah dan larangan sangat jelas dan tegas, itu menunjukan ada sesuatu yang benar-benar terjadi manakala melanggarnya sehingga menimpakan keburukan kepada pelanggar. Begitupun manusia yang mengabaikan kehalalan dan kethayyiban setiap yang dikonsumsi akan berdampak buruk pada tubuh manusia hingga menurunkan keburukan pada generasi berikutnyan melalui DNA-nya sehingga tidak aneh dan kaget manakala ada pendapat istilah penyakit turunan atau gen, hal itu sebenarnya dampak berkelanjutan dari prilaku orang tua kita sebelumnya. Pendepat tersebut juga bukan berarti menyalahkan, karena apa yang dilakukan sangat mungkin karena ketidaktahuan atau belum memahami apa yang seharusnya dilakukan.
Artinya, jikalau kita mengupayakan hidup sehat jasmani dan ruhani hingga mampu memotong DNA dari prilaku sebelumnya, hanya satu cara yaitu mengubah pola dan kebiasaan hidup lebih halal dan thayyib. Hal demikian selain menjalankan syariat Islam, juga memotong generasi berikutnya dari DNA yang menurunkan hal yang buruk, begitu kata seorang ahli kesehatan yang memiliki pengalaman puluhan tahun menangani pasien-pasiennya. Alhasil, penyakit atau wabah yang datang pada dasarnya karena prilaku manusia itu sendiri, Allah Ta’ala justru telah lebih dulu mengingatkan dan memberi solusi apapun yang muncul dari diri manusia atau mahluk lainnya. Wallahu’alam.
Bandung, September 2024
Oleh : Ace Somantri
Dosen UMBandung dan Waki Ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat